Book and I

sumber: canva

Hal apa yang membuatmu paling antusias?

Kalau aku diberi pilihan antara baju atau buku, tentu dengan lantang akan kupilih buku. Memang semenyenangkan itu baca buku, apalagi dibeliin buku, aku akan maju nomor satu.

Bayangkan kamu nggak perlu ke mana-mana tapi bisa ke mana-mana. Ya kalau baca buku kan jadi tahu banyak hal cuma dengan duduk aja, tanpa ke Paris kita jadi tahu kalau di sana ada Menara Eiffel cuma dengan baca buku. Atau tanpa ke Jerman kita tahu kalau komponis legendaris Ludwig Van Beethoven berasal dari sana. Kita bisa menemukan pengetahuan umum seperti itu lewat membaca.

Perjalananku dengan buku bermula saat aku duduk di bangku sekolah dasar, aku sering ke perpustakaan saat jam istirahat karena rebutan baca komik Bill Gates karya G. Wu. Dari Bill Gates bayi, sekolah dasar, kuliah, sampai berhenti kuliah dan mendirikan perusahaan Microsoft sendiri. Adanya gambar berwarna membuat biografi yang seringnya membosankan jadi tampak menarik bagi anak SD. Aku bahkan sering menyembunyikan komik di rak berbeda supaya tidak ditemukan oleh murid lainnya.

Dari situ aku mulai tertarik membaca cerita pendek atau buku pahlawan. Sampai suatu hari aku menemukan buku yang agak tebal, covernya anak perempuan di atas ayunan. Saat membuka halaman pertama aku langsung tertarik membacanya sampai halaman terakhir. Ketika ingin mencari buku lainnya, ternyata tidak ada lagi. Maklum, mungkin di perpustakaan SD hanya disediakan buku sesuai usia sehingga novel jarang ditemukan di sini.

Berlanjut saat memasuki SMP, di fase inilah aku paling banyak membaca buku. Karena sekolahku dekat dengan kabupaten, aku jadi punya akses ke perpustakaan daerah. Dari sanalah aku mulai mengenal penulis terkenal Indonesia seperti Andrea Hirata, Tere Liye, Asma Nadia, Habiburrahman El-Shirazy, Ahmad Fuadi, dan lain-lain. Aku meminjam dua buku untuk dua minggu, artinya dalam sebulan bisa membaca empat buku. Terakhir kali ke perpustakaan, kartu pinjamku hampir penuh.

Saat SMA, aku mulai tertarik membaca novel dengan topik yang sedikit berat seperti Negeri Di Ujung Tanduk karya Tere Liye hingga Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer atau menyelingi dengan bukunya Emha Ainun Najib (meskipun tidak sampai selesai karena masih bingung dengan bahasanya yang terlalu tinggi). 

Memasuki masa kuliah, frekuensi bacaanku tak sebanyak dulu. Aku mulai tertarik dengan buku non-fiksi, seperti Filosofi Teras, Atomic Habits, buku religi seperti Tuhan Ada di Hatimu karya Habib Husein Ja'far, dll. Aku baru menemukan feel membaca fiksi lagi setelah bertemu buku Pulang karya Leila S. Chudori. Novel sejarah ini memfasilitasi pemikiran kritis yang mulai tumbuh di usia mahasiswa sepertiku, mengkritisi berbagai kebijakan yang merugikan rakyat. Dari situlah aku mulai mengenal novel Laut Bercerita yang isinya lumayan berat dan sentimental.

Dari sini aku baru menyadari kalau masa pertumbuhanku ditemani oleh buku-buku yang secara tidak langsung juga turut mempengaruhi cara berpikirku. Aku juga baru menyadari kalau jenis bacaan seseorang bisa berkembang sesuai usianya. Ini tentu masuk akal, karena pemikiran manusia juga selalu berkembang bukan?

Jika ingin membangun habit membaca, kamu bisa memulai dari bacaan yang paling sederhana. Bisa dari komik, puisi, cerpen, novel remaja, atau buku apapun yang temanya menarik hatimu. Seiring berjalannya waktu, jenis bacaanmu akan berkembang. 

Temukan buku favoritmu, maka selanjutnya kamu akan menyelam bersama buku-buku. Seperti kata J.K Rowling, "Jika kamu tidak suka membaca, artinya kamu belum menemukan buku yang tepat." 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url