Menghadapi Kegagalan dengan Dikotomi Kendali - #StoicSession
![]() |
sumber: vectorstocks.com |
Pernahkah
kalian merasa kesal karena sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan? Adakalanya
kita membuat perencanaan dengan begitu matang, tetapi saat hari-h ada saja hal
lain yang mengacaukan rencana tersebut. Pasti rasanya kesal bukan? Bahkan
beberapa dari kita kerap menyalahkan diri sendiri atas hal-hal yang terjadi di
luar kendali kita.
Dulu
saya adalah orang yang merasa sangat buruk jika apa yang sudah saya rencanakan
tidak berjalan sesuai ekspektasi. Perasaan gagal itu bisa terus berlarut hingga
berhari-hari lamanya. Mungkin karena saat kecil saya jarang mengalami kegagalan
atau lebih tepatnya belum mengenal cara meregulasi emosi kecewa saat gagal.
Sehingga ketika beranjak dewasa dan dihadapkan pada kegagalan, saya merasa
begitu buruk.
Padahal
bisa saja kegagalan itu terjadi karena faktor di luar kendali kita. Seperti halnya saat kita sudah merencanakan studi sebaik mungkin, tetapi tiba-tiba
mengalami sakit yang menyebabkan studi tertunda. Hal ini tentu sangat
menyesakkan, tetapi apakah sakit adalah sesuatu yang bisa kita kendalikan?
Tentu tidak, karena kita bisa mengupayakan pola hidup sehat misalnya, tetapi ketika penyakit datang apakah kita bisa menolaknya?
Namun, semenjak saya berkenalan dengan stoic, ada sudut pandang baru terkait kegagalan yang lebih bisa saya terima daripada diminta selalu berpikir positif.
Dalam hidup ini ada hal yang bisa kita kendalikan, seperti persepsi, keinginan, dan tujuan kita, serta segala sesuatu yang berasal dari pikiran dan tindakan kita. Tetapi jangan lupa bahwa ada lebih banyak hal yang berada di luar kendali kita, seperti opini orang lain, kondisi saat kita lahir, hingga bencana alam atau musibah yang terjadi pada kita. Inilah yang disebut dikotomi kendali.
Epictetus
dalam bukunya Enchiridion mengatakan, “some things are up to us, some
things are not up to us.”
Jika
terobsesi pada hal-hal di luar kendali kita seperti opini orang lain, kekayaan,
bahkan sampai kesehatan kita sendiri, maka siap-siap saja untuk kecewa.
Begitupun dengan kegagalan di masa lalu yang kerap kita sesali, sadari bahwa
itu juga berada di luar kendali kita. Jadi berpikiran seperti, “seandaianya
dulu aku begini … atau begitu …,” adalah hal yang irasional.
Kita
mungkin pernah mendengar, “Bukankah kita harus belajar dari kegagalan di
masa lalu?” Sepakat. Tetapi berbeda maknanya antara belajar dan terobsesi
terus dengan masa lalu. Sebegitu dalamnya kita menyesali tindakan atau
keputusan kita, jika sudah di masa lalu pasti tidak bisa diubah lagi.
Jadi
poin utamanya adalah menyadari bahwa ada sesuatu yang up to us dan not
up to us. Dengan begitu, maka kita bisa memaksimalkan energi pada sesuatu
yang memang bisa kita kendalikan dan bersikap legowo jika ada hal-hal yang tidak
berjalan sesuai keinginan kita.
Sekian
artikel hari ini, terima kasih sudah berkenan membaca. Sampai jumpa di stoic
session berikutnya. Have a nice day!