Book Review: Novel Bulan Nararya karya Sinta Yudisia


Identitas Buku
Judul buku: Bulan Nararya
Penulis: Sinta Yudisia
Jumlah halaman: 256 halaman
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Tahun terbit: September, 2014

Pertama kali melihat cover buku ini di aplikasi Ipusnas, saya langsung salfok dengan stempel Juara III Kompetisi Menulis Nusantara 2013. Novelnya pasti bagus, nih. Pikir saya saat itu, belum lagi cover yang estetik kian menambah daya tarik.

Pertama kali melihat buku ini di aplikasi Ipusnas, saya langsung salfok dengan stempel Juara III Kompetisi Menulis Nusantara 2013. Novelnya pasti bagus, nih. Pikir saya saat itu, ditambah cover yang estetik membuat buku ini kian menarik.

Novel karya Sinta Yudisia ini menceritakan perjalanan Nararya atau Rara, seorang terapis di sebuah klinik mental (mental health center). Bisa ditebak dari penokohan dan latar ceritanya, novel ini membahas tentang kesehatan mental. Rara menghadapi banyak tipe pasien dengan gangguan mental, termasuk skizofrenia. 

Rara bekerja di klinik mental milik Bu Sausan. Ia bertemu banyak pasien dengan keunikannya masing-masing. Ada seorang gadis kecil bernama Sania, ia hidup dengan masa kecil yang penuh penderitaan. Memiliki ibu yang perokok dan gemar bergonta-ganti pasangan, ayah yang pemabuk, dan nenek yang pemukul. Bisa dibayangkan bagaimana trauma yang dialami Sania sehingga ia tumbuh menjadi anak yang kekurangan gizi dengan tubuh penuh bekas luka.

Ada pula pasien bernama Pak Bulan, mantan residivis yang suka berlama-lama menatap bulan. Dan Yudhistira, pria pengidap skizofrenia. 

Sejak kecil ia tinggal dengan ibu dan tiga kakaknya yang memproteksi ketat, bahkan masih menyediakan materi meskipun ia sudah menikah. Sementara Diana, istrinya, adalah sosok yang mandiri dan superior sehingga menolak segala bentuk dukungan materi dari keluarga mertuanya. Hidup dikelilingi wanita yang sifatnya kontradiktif seperti itu menimbulkan tekanan mental bagi Yudhistira.

Perjuangan Rara untuk mengembangkan terapi pemulihan pasien dengan cara transpersonal, yaitu melalui pendekatan budaya dan melibatkan keluarga serta meminimalisir obat-obatan menjadi konflik utama pada novel ini.

Novel berlatar psikologi ini mampu membuka pandangan saya tentang penyakit mental yang masih dianggap tabu di masyarakat. Fenomena di sekitar kita, orang dengan gangguan mental terlebih dahulu dicap sebagai "orang gila", "depresi", "miring", dan sejenisnya. Yang justru dengan embel-embel yang disematkan, membuat mereka makin tertekan.

Orang dengan gangguan mental butuh dukungan dari banyak orang, bukannya dijauhi. Tidak menutup kemungkinan mereka akan sembuh meskipun butuh proses yang lama. Orang yang kelihatan normal sekali pun bisa jadi sedang berjuang dengan masalah mentalnya sendiri.

Namun, agak disayangkan dengan adanya istilah-istilah psikologi yang sulit dimengerti oleh orang awam. Sehingga ada baiknya jika diberi penjelasan secara mudahnya supaya semua pembaca dapat memahami maknanya. Terlepas dari itu, penggambaran karakter tokoh dalam novel ini teramat detail. 

Tokoh Sania misalnya, penulis menggambarkan traumanya melalui kebiasaannya meremas boneka kelinci setiap kali marah sebagai bentuk ekspresinya.

Menurut saya, novel ini sangat direkomendasikan jika kamu mencari genre baru dalam fiksi. Topik psikologi seharusnya memang menjadi perhatian banyak orang, karena edukasi tentang kesehatan mental perlu disampaikan dengan cara unik agar pembaca tertarik.

Next Post Previous Post
2 Comments
  • halloannisa
    halloannisa 21 Juni 2024 pukul 01.01

    Seru nih kelihatannya. Belum pernah coba sih aku ya kalau baca dari ipusnas. Antre nggak kak?

    • Laila RI
      Laila RI 21 Juni 2024 pukul 01.21

      kalau buku baru atau dari penulis terkenal biasanya emang antri sih kak. Tapi biasanya kalo udah ditinggal lama udah ngga antri lagi

Add Comment
comment url