Jejak Atmapraja: #3 Praduga

Sam duduk di kursi tunggu dengan wajah gusar, beberapa kali menengok apakah Dokter Finsen telah selesai memeriksa pasien. Sejak mengetahui kebenaran tentang autopsi Hera, ia tak bisa tidur sama sekali. Pikirannya telah dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang membutuhkan jawaban dengan segera. Itulah alasan mengapa ia berada di sini sekarang.

"Maaf sudah membuatmu menunggu terlalu lama," ucap Dokter Finsen tiba-tiba seraya menepuk pundak Sam.

"Tak masalah."

"Kita bicara di tempat lain, Sam." ajak Dokter Finsen berjalan mendahului.

Usai menemukan cafe yang cukup sepi, mereka memilih tempat duduk di sudut ruangan. Tempat yang lumayan jauh dari hilir mudik pengunjung. Setelah memesan minuman masing-masing, suasana hening sejenak.

"Sebenarnya Fin, semua hal yang menyangkut Hera membuatku gugup ... bahkan khawatir,” ungkap Sam sambil menghirup aroma espresso favoritnya. Dokter Finsen mengiyakan, ia tahu betul jika sahabatnya itu sangat menyayangi Hera. Bisa dibilang over protective, sampai-sampai dengan siapa adiknya bergaul pun Sam harus tahu.

"Dan kematiannya benar-benar membuatku terpukul sampai sekarang," ujar Sam mencoba mencegah air matanya turun.

"Seorang pria juga boleh menangis, Sam. Jika itu membuatmu lebih tenang," sahut Dokter Finsen seolah mengerti betul apa yang sahabatnya butuhkan. Sam langsung melempar tatapan mengerikan padanya, membuat dokter itu tergelak.

"Oke, jadi kita mulai dari mana?" pungkas Dokter Finsen menutup pembukaan bertele-tele dari Sam yang lebih mirip seperti sesi curhat.

"Bagaimana Papa bisa melakukan autopsi tanpa sepengetahuanku?" cecar Sam dengan pertanyaan yang teramat membuatnya penasaran.

Dokter Finsen menghela napas panjang, lalu menyeruput coffee latte miliknya.

"Hmm ... bagaimana, ya? Om Tian mengajukan autopsi karena menemukan keganjalan pada kematian Hera. Feeling seorang ayah mungkin."

Sam terdiam sejenak, tampak sedang memikirkan sesuatu. Keningnya beberapa kali berkerut, menandakan jika dirinya sedang berpikir keras.

“Tim penyidik atas persetujuan Om Tian meminta pihak rumah sakit untuk melakukan autopsi pada jenazah. Ini untuk menguatkan dugaan sebelumnya, apakah Hera benar-benar meninggal karena kanker atau ada hal lain,” lanjut Dokter Finsen setelah tidak ada respons dari Sam.

"Jadi Papa sengaja menyembunyikan ini dariku, tapi kenapa!?" seru Sam kesal ketika mengingat kelakuan Papanya yang memberikan alasan konyol untuk menyembunyikan hal ini.

“Lupakan kekesalanmu sebentar, Sam. Saat ini yang terpenting dan harus kau tahu adalah adikmu tidak pernah menderita kanker. Tapi ada kandungan polonium dalam tubuhnya dengan gejala yang sangat mirip dengan kanker stadium akhir," jelas Dokter Finsen dengan wajah serius.

"Kenapa bisa ada zat itu dalam tubuh Hera? Berapa lama racun itu akan bereaksi ketika sudah masuk ke dalam tubuh?" Sam mengeluarkan segala unek-unek yang telah ia simpan sejak kemarin.

"Aku tak tahu bagaimana racun itu bisa masuk, dan itu adalah tugasmu untuk menyelidikinya. Yang pasti, gejala mulai muncul dalam hitungan minggu atau bahkan hari."

Suasana senyap sesaat, hanya helaan napas yang terdengar dari kedua orang itu. Lima menit hanyut dalam pikiran masing-masing, tiba-tiba Sam menggebrak meja dengan keras. Menarik perhatian pengunjung lainnya.

"Apa-apaan kau ini!" sentak Dokter Finsen yang juga terkejut dengan tindakan Sam barusan.

"Berapa kadar polonium yang bisa membunuh seseorang?" tanya Sam lagi, menghiraukan kekacauan yang baru saja dibuatnya.

"Polonium dengan kadar 0,1 mikrogram yang sekecil debu saja bisa membunuh seseorang jika sampai masuk ke tubuh. Racun ini miliaran kali lebih berbahaya dari sianida."

"Ya, aku tahu itu. Racun ini bahkan digunakan untuk kepentingan politik, benar kan?" ujar Sam memastikan. "Lalu mengapa dokter yang menangani bisa mengira kalau itu adalah kanker, bukannya racun?"

"Seseorang yang terpapar polonium akan mengalami kerusakan pada liver dan ginjal. Setelah itu muncul gejala, seperti mual dan sakit kepala hebat. Lalu muntah, diare, hingga kerontokan rambut.”

"Itulah mengapa racun ini dikatakan aneh, ajaib, namun mematikan. Kadar yang sangat kecil saja mampu menewaskan nyawa seseorang, bahkan sulit dideteksi jika itu benar-benar keracunan."

Lagi-lagi keheningan tercipta, Sam masih merekam setiap informasi yang ia dengar dalam batok kepalanya. Kini tak ada guratan senyum sedikit pun pada wajahnya.

"Itu sebabnya pelaku sengaja menggunakan racun ini, karena sangat kecil kemungkinannya untuk ketahuan," gumam Sam menyimpulkan.

“Benar. Pelaku sepertinya paham betul dengan senyawa kimia seperti ini. Sebab dari takaran yang digunakan, dia tahu seberapa kadar yang pas untuk menghilangkan nyawa seseorang tanpa terdeteksi.”

Sam setuju dengan asumsi Dokter Finsen, tampaknya hal ini sudah direncanakan begitu matang. 

"Sam, apakah ada seseorang yang menaruh benci pada adikmu?" tanya Dokter Finsen tiba-tiba, menimbulkan kerutan pada kening Sam.

"Itu juga yang sedang kupikirkan, setahuku dia tak pernah bertingkah macam-macam. Hanya satu yang tak kusuka darinya," jeda Sam pada kalimatnya. Alis dokter muda itu terangkat, seolah menanyakan 'apa itu'.

"Dia mencintai Hansen."

Jawaban Sam yang konyol itu membuat Dokter Finsen terbelalak. Tiba-tiba ia jadi merasa iba pada calon suami Hera, pasti sekarang dia sedang terpuruk. Sudah gagal mencuri hati calon kakak iparnya, kini harus kehilangan calon istri pula. Seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga.

"Hansen? Atau mungkin dia tahu sesuatu?" Sam menggumamkan pertanyaan itu dalam benaknya. Itu mungkin saja terjadi. Segala kemungkinan yang mengarah pada pelaku, pasti akan ia selidiki.

 - to be continued.

Next Post Previous Post
4 Comments
  • hallobia
    hallobia 3 Juli 2024 pukul 23.15

    Bikin penasaran banget nih. Aku gajadi curiga ke Bapaknya, malah curiga ke pacarnya. Tapi kenapa autopsinya sembunyi-sembunyi..arghhhh, cepat selesaikan cerita ini kakkkk

  • seratanuswa
    seratanuswa 4 Juli 2024 pukul 07.51

    Kak, kamu berhasil bikin aku gemes penasaran sama kasus sj Hera ini.... Gak sabar nunggu kelanjutannya..

  • Monica Rasmona
    Monica Rasmona 4 Juli 2024 pukul 22.17

    Aku mengikuti cerita ini dari episode satu. Rencananya bakal berakhir di episode berapa, Kak? Udah geregetan.

    • Laila RI
      Laila RI 5 Juli 2024 pukul 17.43

      semoga tamat pekan ini ya, kakšŸ¤­

Add Comment
comment url